Evaluasi Diri


Sutan Irawansyah

Ketika kita menciptakan suatu barang ataupun benda apakah benda tersebut setelah jadinya dibiarkan begitu saja tanpa fungsi yang jelas? Misalnya ketika anda membuat benda semisal motor atau mobil lantas anda jual, apakah anda sekedar jual tanpa memberikan panduan penggunaan? Jadi motor atau mobil itu akan jadi sekedar pajangan karena tidak tau penggunaannya, contoh lain ketika seorang anak membuat laying-layang, apakah laying-layang itu kemudian akan di biarkan jadi pajangan di tembok-tembok rumahnya tanpa di terbangkan untuk dimainkan? Intinya apakah ketika anda membuat barang setelah barang itu jadi akan di biarkan begitu saja tanpa fungsi? Tentu tidak

Demikian juga Allah ketika menciptakan manusia, apakah ketika manusia sudah tercipta Allah membiarkan luntang lantung hidup di dunia? Tanpa di beri fasilitas untuk menjalankan fungsinya? lantas untuk apa Allah menciptakan kita kalau hanya diciptakan lantas dibiarkan? Pertanyaan ini Allah tanyakan dalam surat Al Qiyamah : 

أَيَحْسَبُ الْإِنْسانُ أَنْ يُتْرَكَ سُدىً

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan di biarkan begitu saja?” (Al Qiyamah [75] : 36)Ayat ini merupakan pertanyaan yang dilontarkan Allah yang tidak memerlukan jawaban, sebab ini bukan pertanyaan untuk di jawab melainkan pertanyaan untuk di renungkan dan difikirkan. Yaitu apakah manusia dibiarkan terlantar begitu saja? Tanpa diberi larangan atau perintah? Tanpa di beri hisab dan balasan? Ini yang mesti kita renungkan dan fikirkan. Yang pasti Allah mustahil dan tidak mungkin hamba-Nya dibiarkan begitu saja tanpa diurus, lalu apa buktinya Allah tidak membiarkan hamba-Nya? Bukti yang sederhana ialah Allah memberikan limpahan rezeki berupa nikmat sampai kita bisa menerima dan menikmatinya, jika tanpa nikmat-nikmat itu mana mungkin kita dapat menjalankan fungsinya sebagai manusia yang untuk diciptakannya liya’budun. Allah memberikan pakaian untuk menutup aurat, Allah memberikan mulut untuk berbicara kebaikan, Allah memberikan tangan untuk digunakan dalam kebaikan demikian seterusnya. Dan bukti yang paling besar ialah Allah memberikan pedoman dan pimpinan Al Quran dan Sunnah.

Semua yang Allah berikan itu mrupakan fasilitas untuk menjalani kehidupan di dunia, termasuk didalamnya Allah menentukan rezezki bagi manusia. Namun mesti kita ingat dan sadari bahwa semua itu kelak nanti akan dipertanggung jawabkan, oleh sebab itu Allah bertanya apakah kamu mengira kamu akan dibiarkan begitu saja? Maksudnya dibiarkan tanpa dipertanggung jawabkan? Allah akan mempertanyakan ilmu yang kita kuasai, harta yang kita gunakan, umur yang kita habiskan, dst yang semua itu akan dihisab.

Meski Allah bertanya seperti untuk di perhatikan tetap saja manusai sering dibuat lupa tentang semua itu, tentang umur, harta, ilmu yang akan di hisab, akibatnya manusia sering tidak sadar hartanya telah tergelincir pada kemaksiatan, umurnya telah jatuh pada kesia-siaan, ilmunya telah masuk untuk disombongkan, mengapa? Karena manusia sering tidak evaluasi diri dengan mempertanyakan pada diri seketika hidupnya di dunia. Sebab itu kebanyakan manusia menyesal kelak di akhirat akibat kesia-siaanya leha-lehanya dalam hidup. Mengapa perlunya ada evaluasi? Untuk menilai diri kita sejauh mana amalan yang telah kita buat dan untuk mengamalkan suatu amalan dengan lebih baik lagi. Demikian pentingnya kita evaluasi diri. Makanya sebelum ditanya Allah tanyalah pada diri sendiri, sebelum di hisab Allah hisablah diri sendiri sebelum menerima penyesalan.

ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ

“Kemudian pada hari itu mereka akan ditanya tentang nikmat yang telah Allah berikan. (At  Takasur [102] : 8)

Sebelum ayat ini Allah menerangkan penyebab manusia lalai dan lupa tentang kematian, lupa kepada Allah dan lupa pada sifat kemanusiaanya, penyebabnya itu ialah bermegah-megah. Dalam ayat ini Allah mengingatkan akan kepastian yang datang pada kita, yang bukan dari akhir kehidupan melainkan awal dari sebuah kehidupan, ialah kematian, pada saat itulah baru manusia akan benar-benar sadar.

Dalam ayat tersebut terlihat jelas anjuran untuk mempertanyakan pada diri atau evaluasi diri tentang semua nikmat yang sudah Allah berikan terutama harta, apakah harta yang sudah Allah berikan malah menambah kemaksaiatan atau ketaatan, seperti Abdurrahman bin Auf, semakin ditambah kekayaannya semakin tunduk pada Allah, atau malah kita seperti Qarun yang semakin ditambah semakin membangkang dan maksiat? Sudahkah kita bersyukur atas harta yang Allah berikan dengan membelanjakannya dalam rangka ketaatan pada-Nya dan sesuai aturan syariat-Nya? Itulah evaluasi yang harus kita pertanyakan dalam diri sebelum kemudian Allah lah yang mempertanyakanya, yang tidak ada lagi kesempatan kedua, jika dari sekarang evaluasi ada masih kesempatan untuk kita memperbaikinnya, jika di akhirat tidak ada lagi namanya remedial.

Dalam sebuah riwayat rasulullah Saw bersabda : 

عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَزُولُ قَدَمُ ابْنِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَ أَفْنَاهُ وَعَنْ شَبَابِهِ فِيمَ أَبْلَاهُ وَمَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ وَمَاذَا عَمِلَ فِيمَا عَلِمَ

“Dari Ibn Mas’ud dari Nabi saw bersabda : “Kaki anak Adam tidaklah bergeser pada hari kiamat dari sisi Rabb-Nya sehingga ditanya tentang lima hal; tentang umurnya untuk apa ia digunakan, tentang hartanya dari mana dia perolah dan kemana dia infakkan dan tentang apa yang telah dia lakukan dengan ilmunya.” (HR. Tirmidzi)

 Dalam hadits tersebut jelas ada beberapa yang akan di hisab dan di pertnayakan oleh Allah, ialah tentang umurnya, untuk apa ia digunakan? Untuk taat atau maksiat? Kemudian tentang hartanya, apakah diraih dengan jalan halal atau haram? Lalu dikeluarkan untuk ketaatan atau kemaksiatan? Setelah itu di tanya tentang ilmunya untuk apa? apakah untuk kesombongan ataukan untuk diamalkan? Pertanyaan-pertanyaan ini merupakan evaluasi bagi kita sekarang dengan bertanya sudah atau belum umur kita digunakan untuk taat? Sudah atau belum harta kita diinfakan di jalan Allah, sudah atau belum ilmu yang ita miliki itu diamalkan?

Tentang hal ini Umar mengingatkan :

وَفِي الْحَدِيثِ: "الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ" أَيْ حَاسَبَ نَفْسَهُ لِنَفْسِهِ؛ كَمَا قَالَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: "حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تَحَاسَبُوا، وَزِنُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُوزَنُوا، وَتَأَهَّبُوا لِلْعَرْضِ الْأَكْبَرِ عَلَى مَنْ لَا تَخْفَى عَلَيْهِ أَعْمَالُكُمْ: {يَوْمَئِذٍ تُعْرَضُونَ لَا تَخْفَى مِنْكُمْ خَافِيَةٌ} "

“Di dalam hadits : “Orang yang cerdas itu adalah orang yang mampu menghisab dirinya dan beramal untuk masa sesudah kematian” yaitu menghisab dirinya sendiri, sebagaimana perkataan Umar RA : “Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab dihari pembalasan, timbanglah diri kalian sebelum ditimbang oleh Allah di hari pembalasan, dan kalian harus siap-siap dengan beribadah kepada Allah untuk di tunjukan kepada-Nya yang Maha Besar yang tidak ada yang tersembunyi diantara amal-amal kalian”

Ucapan Umar ini mendorong kepada kita untuk melakukan hisab atau evaluasi diri menilai sejauh mana amal yang telah kita lakukan selama kita hidup ini? Maka evaluasi diri merupakan suatu hal yang sangat urgen dan penting dalam menjalani kehidupan ini untuk mengukur dan menimbang apa saja yang telah kita lakukan dan melihat potensi diri kita selama ini untuk mengukur kemampuan kita dalam melakukan sebuah amalan, karena kalau tanpa evaluasi tidak akan ada yang namanya perbaikan diri atau mengetahui kebaikan dan keburukan diri sendiri juga kehidupan kita akan hambar dan flat, yang terpenting kita akan dibuat tidak sadar digiring pada kemaksiatan.

Evaluasi diri tidak selamanya tentang pertanyaan pada diri seputar amalan yang telah kita lakukan selama hidup didunia sekarang ini untuk mengukur keimanan, kebaikan dan keburukan kita. Suatu saat pun Allah akan mengevaluasi kita dengan di beri ujian kepada kita, seperti firman-Nya :

لَتُبْلَوُنَّ فِي أَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا أَذًى كَثِيرًا وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ

“Kamu sungguh akan diuji terhadap harta dan diri. Dan juga sungguh kamu akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak dan menyakitkan hati, jika kamu bersabar dan bertakwa maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan (Al Imran [3] : 186)

Di ayat pertama ini Allah akan mengevaluasi manusia dengan menguji mereka melalui harta apakah akan di gunakan untuk jalan kebaikan? dan diri mereka sendiri maksudnya untuk berjihad di jalan Allah? Allah akan menguji itu untuk mengevaluasi manusia apakah mereka selama ini bersabar dan bertakwa? Karena kalau tanpa di uji mereka tidak akan mengevaluasi tentang kesabaran dan ketakwaanya selama ini.

Di lain surat Allah berfirman :

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenarnya). Dan hanya kepada Kami kamu akan dikembalikan.” (Al Anbiya’[21] : 35)

Di surat ini Allah menunjukan sunatullah nya tentang kematian yang akan menimpa setiap manusia yang dianggap sebagai ujian terberat. Selain itu dalam ayat tersebut Allah pun akan menguji manusia dengan kebaikan dan kepahitan. Artinya ujian yang diberikan Allah tidak selamanya tentang kepahitan melainkan ada juga tentang kebaikannya untuk evaluasi diri apakah sabar atau tidak? Yang tentunya keduanya ada akibat atau konsukwensi yang akan diterima. Dan sabar tidaknya akan terlihat saat menghadapi ujiannya.

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ

“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya. Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (Al Mulk [67] : 2)

Surat yang ketiga di surat Al Mulk ayat dua ini Allah menguji manusia untuk mengetahui siapa orang yang paling Ikhlas dalam beramal dan beribadah kepada-Nya. Dari sini terlihat bahwa tujuan evaluasi iala untuk mengetahui siapa yang lebih taat dan lebih baik amal perbuatannya.

Maka dari sini terlihat jelas bahwa evaluasi merupakan bagian terpenting dalam kehidupan, selama kita hidup harus melakukan terus menerus evaluasi diri untuk terus memperbaiki diri, karena kehidupan bukan soal siapa yang terbaik, siapa yang paling sholeh, namun siapa yang siapa untuk diperbaiki dan memperbaiki diri dengan jalan evaluasi diri. Sebab itu hidup tanpa evaluasi adalah hidup yang tak layak untuk di jalani.

Wallahu ‘alam bi shawwab. 


Komentar