Sutan Irawansyah
Adalah Tamim Ad Dary yang populer dengan kisah pertemuannya dengan dajjal ketika perjalanan ke jazirah Arab. Ia merupakan seorang warga nasrani Palestina yang masuk Islam pada tahun 9H setelah terjadi perang tabuk. Sebelumnya ia adalah seorang pendeta Kristen yang banyak membaca injil dan kitab kitab yahudi lainnya. Tamim memiliki nama lengkap Tamim bin Aus bin Kharijah bin Sud bin Jadzimah bin Dari’ bin Adi bin al-Dar bin Hani’ bin Habib bin Numarah. Semenjak masuk Islam ia memilih tinggal di Madinah sampai tragedi pembunuhan Khalifah Ustman. Lalu pergi ke syira, dari syiria pergi ke Palestina hingga tutup usia.
Kisah cerita seorang sahabat yang bertanya pada Tamim tentang bacaan Al Quran nya, sahabat itu bertanya "Berapa halaman yang kau tamatkan dalam sehari?"
Tamim menjawab "malam ini aku telah membaca Al Quran" Lanjut Tamim "Sungguh demi Allah, wahai saudaraku, bila aku mengerjakan shalat tiga rakaat saja di saat malam hari itu jauh lebih aku senangi daripada menyelesaikan Al Quran dalam satu malam namun di pagi harinya aku ceritakan kepada orang lain"
Ketika sahabat yang bertanya Mendengar jawaban Tamim tampak wajahnya agak kesal, seakan akan dalam pandangan sahabatnya Tamim itu menyalahkan pertanyaan sahabat yang bertanya itu.
Lantas Tamim memberikan nasihat
Kata Tamim "jangan salah paham saudaraku. Sekarang engkau mau ku jelaskan suatu hal yang mungkin tidak engkau pahami?
"Cobalah engkau renungkan", lanjut Tamim
"Jika saja aku ini seorang mukmin yang kuat dan engkau mukmin yang lemah, lalu engkau berusaha membawa bebanku dengan segala kelemahanmu, hingga akhirnya engkau tidak sanggup memikulnya, apa yang terjadi? Engkau bosan, jenuh, lesu dan cape, kejemuan dalam beribadah. Demikian sebaliknya. Tentu aku akan mengalami kejemuan akhirnya"
Tamim melanjutkan "wahai saudaraku berikan batas dirimu untuk agama ini, dan ambillah dari din ini apa yang engkau mampu untuk melaksanakan secara perlahan. Hingga akhirnya kelak engkau dapat istiqamah dan konsisten mengerjakan ibadah yang mampu engkau kerjakan."
Ini pelajaran yang sederhana dari Tamim dan tergambar bagaimana bentuk kecerdasan dalam beribadah, yaitu menjalankan serangkai ibadah sejauh kesanggupan atau kekuatan dalam diri. Memang jika kita melihat kisah ulama salaf terdahulu, seperti syaikh Al Albani menghabiskan 9 jam lebih untuk membaca, dilanjutkan oleh muridnya tradisi membacanya sampai matanya lesu kecapean karena keseringan membaca, belum lagi Imam As Syafie menghabiskan Al Quran tiga puluh juz dalam seharian, atau Imam Malik misalnya, menurut pengakuan Imam Ibnu Wahbin, ketika ia ditanya "apa saja yang di lakukan Imam Malik dirumah? " Ibnu Wahbin menjawab "baca Al Quran dan baca wirid lainnya" Selain Imam Malik terdapat imam Ahmad yang melakukan sholat sunnah sebanyak 200 rakaat dalam sehari, Imam atha ar rabi'ah tidur dimasjid selama 20 tahun.
Kita kadang merasa ingin meniru ibadah mereka. Namun ada yang sering kita lupa, mereka sampai ibadah seperti itu tentu melalui jalan rintangan yang sukar, rumit dan pelik, perlu keistiqamahan, ini yang sering kita lupakan. Bukan berarti kita tidak boleh meniru mereka, boleh saja, tapi ukurlah kemampuan kita dalam melakukan ibadah, jangan sampai, seperti kata Tamim tadi ibadah malah menjadi jenuh dan cape karena tidak sesuai kemampuan diri kita.
Firman Allah fattaqullah mastatha'tum wasma'au wa athi'u, bertakwalah kalian sekemampuan kalian. Menurut Ibn Abbas bahwa takwa semampuanya ialah takwa sebenar benarnya. Jadi ayat ini menafsirkan ayat ittaqullah haqqa tuqatih...
Namun sesuai kemampuan bukan berarti diiringi kemalasan melainkan kesanggupan dan kesigapan untuk sami'na wa atha'na (seperti dalam ayat tadi "fattaqullah mastatha'tum wasma'u wa 'athi'u)
Imam Ahmad, Imam Malik, Imam Hanafi dll mereka melakukan ibadah yang kita ketahui begitu hebat karena memang itulah kesanggupan mereka dalam beribadah kepada Allah.
Maka ukurlah kemampuan kita dalam beribadah sesuai potensi dan kekuatan diri kita masing masing jangan paksakan, karena toh Allah mengisyaratkan... Laa yukallifullahu nafsan illa wus'aha... Sesuai kemampuan manusia.
Dipungkas dengan sabda Nabi :
أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
"sebaik baik amalan yaitu yang terus menerus meskipun sedikit." (HR Muslim) .
Wallahu 'alam bi shawwab.
23-04-22, 7:35 WIB
Komentar
Posting Komentar