Mengenal sosok A Hassan : Guru Besar Persatuan Islam (bag III)


Dari Bandung pergi ke Bangil

Melalui sosok A Hassan dengan cepat Persatuan Islam terdengar dikalangan masyarakat muslim Indonesia pada umumnya baik melalui perdebatan, publikasi, pengkajian dan yang terutama melalui jalur pendidikan. Disamping itu jalur-jalur tersebut merupakan sebuah upaya dalam menyebarkan faham-faham yang dikembangkan oleh Persatuan Islam berlandaskan Al Quran dan Sunnah. Diantara usaha dalam meraih cita-citanya yakni mendirikan instansi lembaga pendidikan, yang sekaligus pendirian lembaga pendidikan merupakan rencana jihad untuk menanamkan dan mengkokohkan pengertian aqidah, ibadah dan akhlaq Islam yang senada dengan firman Allah surat Al Baqarah ayat 122.

Tepatnya tanggal 4 Maret 1936 terjadi pertemuan di Mesjid Persatuan Islam Jl. Pangeran Sumedang Bandung, dari pertemuan itu menghasilkan keputusan bahwa Persis mendirikan lembaga pendidikan bernama Pesantren Persatuan Islam. Tujuan pertama didirikan pesantren tersebut adalah untuk mengeluarkan mubaligh yang sanggup menyiarkan, mengajar, membela dan mempertahankan agama mereka dimana saja mereka berada. Pertama kali didirikannya pesantren baru menampung 40 santri, selain menampung bagi remaja Islam, pesantren tersebut juga menampung bagi anak-anak pada sore hari, pada saat itu berjumlah 100 santri, kelas sore bagi anak-anak inilah kelak dinamai Pesantren Kecil dibawah pimpinana KH. E. Abdurrahman dan yang menampung 40 santri dinamai Pesantren Besar yang dipimpin langsung oleh A Hassan. Sebagaimana watak atau sifat A Hassan yang “radikal” dan tegas maka para muridnya pun mereka dididik dengan tegas dalam mengambil keputusan atau masalah, dididik pula bisa berdebat atau munadharah. 

Tiga setengah tahun berdirinya Pendidikan Persatuan Islam, A Hassan dan sebagain pengurusnya termasuk Muhammad Al Hamidy tahun 1940-an pergi dari Bandung menuju Bangil, hal ini lebih disebabkan perminataan Bibi Wante yang melihat perekonomian A Hassan di Bandung tidak begitu menggembirakan dari sudut materi. Maka atas permintaan sahabatnya itu, beliau pindah ke Bangil dan mendirikan Pesantren yang kelak masyhur dengan nama Pesantren Persatuan Islam Bangil. Perpindahan beliau dari Bandung ke Bangil tidak jauh beda perjuanganya seperti yang dilakukan sesaat tinggal di Bandung. A Hassan tinggal di Bandung kurang lebih selama 17 tahun. Adapun Pesantren Kecil tetap memposisikan diri di Bandung dan terus mengembangkan diri dibawah pimpinan KH. E. Abdurrahman dengan melalui ritme dinamika dan masalah yang terjadi pada saat itu. 


Kewafatan Ahmad Hassan 

Sebelum kewafatanya, A Hassan mengidap penyakit yang memaksanya untuk menjalani rawat inap di rumah sakit Dr Soepomo. Memang sebelumnya pada tahun 1956 beliau jatuh sakit ketika menunaikan haji bersama murid-muridnya termasuk disitu bersama KH. E. Abdurrahman, akibatnya A Hassan tidak sempat melempar jumrah di Mina lantaran dirawat dirumah sakit. Kemudian A Hassan kembali jatuh sakit semacam infeksi di kakinya yang mengharuskannya di amputasi sekitar 2 cm lebih atas daripada semestinya. 

Pada hari Senin tanggal 10 November 1958 A Hassan seorang ulama besar dan figur kharismatik ini berpulang ke rahmatullah dalam usia 71 tahun di Karang menanjang Surabaya. Seorang A Hassan yang dikenal Hassan Bandung ketika tinggal di Bandung dan Hassan Bangil sesaat tinggal di Bangil ini telah meninggalkan banyak jasa, dari ilmu dan amal yang beliau tinggalkan menjadi amal jariyah baginya di akhirat-Nya, peninggalan murid-murid hasil didikanya sampai karya tulisnya telah memberikan banyak manfaat dan maslahat bagi umat Islam, mereka menjadi tercerahi dengan Islam hakiki yang berpijak pada Al Quran dan Sunnah, melalui Ahmad Hassan lah banyak umat terarah, terbimbing dan terdidik. Sungguh besar jasa beliau bagi izzul Islam wal muslimin. 


Bersambung..... 

Komentar