Judul : Kemi ; Cinta Kebebasan yang Tersesat
Penulis : Dr. Adian Husaini
Penerbit : Jakarta, Gema Insani Press, 2016
ISBN : 978-979-077-220-5
Harga : Rp. 58.000
SINOPSIS
Novel KEMI ini menceritakan dua orang santri di salah satu Pesantren yang sama-sama memiliki intelegensia yang mumpuni dan daya kritis yang tajam, namun salah satu diantara keduanya hendak pamit meninggalkan Pesantrenya dengan alasan ingin melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi dan meluaskan wawasan dan potensinya diluar pesantren disamping ia tergoda dengan iming-iming beasiswa yang menggiurkan, santri itu bernama Kemi. kepergian Kemi membuat sahabat karibnya, Rahmat, terkejut. Terlebih pimpinan Pesantrenya, Kyai Rois lebih-lebih dibuat terkejut, karena bagaimana tidak Kemi sosok santri andalan Kyai dengan tiba-tiba hendak pamit meninggalkan Pesantren, selain itu juga Kyai berniat mewariskan pesantren kepada kedua santri cerdas itu.
Kepergian Kemi bagi Rahmat mengundang teka-teki karena pasalnya kehidupan pesantren begitu damai dan menggairahkan tapi dengan cepat saja Kemi pamit, sehingga tidak tahu persis kenapa Kemi sebegitu ngototnya ingin meninggalkan Pesantren. Yang pada akhirnya Rahmat merasa ada kejanggalan da nada yang disembunyikan dalam diri Kemi. Bahkan kepergian Kemi dari Pesantren pun mengundang banyak Tanya, seperti Kemi yang dijemput oleh seorang lelaki di malam hari.
Disinilah mulai petualangan Kemi menjerambah masuk kedunia Liberisme, yang nantinya lambat laun ia menjadi salah satu bagiannya. Kemi tergoda oleh beasiswa karena hasil usaha Farsan seorang tokoh Liberal, dia lah yang mengajak Kemi untuk kuliah. Kemi kuliah di Institute Lintas Agama. Ia menjadi penggiat Liberal karena terpengaruh oleh lingkunganya, salah satunya berinteraksi kemudian terdoktrin diantaranya oleh pemikiran Farsan yang liberal. Salah satu sesi dialognya Farsan dan Kemi membicarakan isu feminism. Dimana kaum wanita menuntut hak kesetaraan dengan kaum lelaki. Alasan-alasan yang diketengahkan oleh Farsan bahwa kita harus hidup idealis tapi juag harus realistis. Kaum wanita meminta hak kesetaraan gender merupakan realitas yang tengan terjadi. Alasan ini yang membuat Kemi terperdaya oleh Farsan, sampai Kemi dibuatnya kagum, namun hati dan pikiranya masih samar-samar, belum jelas arahnya karena maklum dia masih harus beradaptasi dengan lingkungan baru yang berbeda dengan pesantren.
Singkat cerita makin lama makin terpengaruh pemikiran Kemi oleh lingkungan yang melingkupinya sehingga pemikiran Kemi terhegemoni oleh pemikiran Liberal, kecerdasanya mendorong dirinya oleh gairah pada intelektual baru dengan mempelajari ide-ide pluralisme, multikulturalisme, dekontruksi syariƔh, kesetaraan gender sampai desakralisasi kitab suci. Kenyataan Kemi yang semakin jauh pemikirannya dari nilai-nilai agama yang hak diketahuii oleh Kyai Rois. Akhirnya Kyai Rois memasang strategi jitu dalam menaklukan Kemi yang sudah terdoktrin pemikiran-pemikiran menyimpang. Awal-awal Kyai mengutus Rahmat sahabat karibnya Kemi sekaligus murid terbaiknya Kyai Rois untuk menemui Kemi di Jakarta.
Pertama kali pertemuan Kemi dengan Rahmat disambut dengan diskusi panjang. Awalnya Kemi bertanya-tanya soal kondisi pesantren sekarang, kemudian Kemi dengan secara halus menawari Rahmat untuk mengikuti jejaknya di sisi lain juga Rahmat mengajak Kemi kembali ke Pesantren. Selanjutnya Rahmat mengeluarkan pernyataan soal bedanya dirinya sama Kemi sekarang yang berani menyatakan diri sebagai Liberal, padahal banyak yang takut menyatakan diri sebagai Liberal, bahkan samapi ada yang tidak sadar dirinya Liberal tapi pemikiran-pemikiranya liberal. Singkat cerita akhirnya Kemi menantang Rahmat untuk masuk ke jaringanya. Karena sebelumnya Kemi meyakini bahwa seseorang akan terpengaruh oleh lingkunganya namun tidak bagi Rahmat, ia membantah persepsi seperti itu dengan fakta sejarah Nabi Ibrahim. Setelah itu Rahmat menerima tangtangan Kemi, kembali ke pesantren untuk melaporkan peristiwa itu kepada Kyai Rois.
Strategi yang dipasang Kyai Rois adalah mematangkan pemahaman Rahmat terhadap isu-su pemikiran menyimpang serta mengkritisinya, disamping ia belajar kepada Kyai Rois ia juga belajar kepada kerabatnya Kyai, Kyai Fahim hingga betul-betul matang dan siap mematahkan argument-argumen liberal dan misi utamanya mengembalikan Kemi ke pesantren. Sampai akhirnya Rahmat disuruh segera oleh Kyai Rois pergi ke Jakarta untuk menjalankan misinya. Sekilas cerita ia tidak berhasil dalam misi utamanya, Kemi terpuruk sakit lemah tak berdaya akibat hantaman bertubi-tubi mengguyur sekujur tubuhnya oleh anak buah Roman, ia seorang scenario dibalik liberalisasi, yang salah satu agendanya ia menarik santri-santri untuk menjadi agen penyebar isu-isu liberal yang dibalik sebenarnya adalah untuk menarik dana-dana asing. Kemi dipukuli karena ia marah besar karena telah merasa dimanfaatkan untuk menjadi alat perubah pemikiran santri, ustadz, mahasiswa supaya memeluk paham-paham baru dan sebagai objek bisnis lintas internasional. Pada intinya ia terjebak dan tersesat oleh iming-iming uang, godaan beasiswa dan popularitas.
SELAYANG PANDANG PENULIS DAN SEBUAH PENILAIAN
Seorang yang lahir di Bojonegoro, 17 Desember 1965 ini bernama Dr. Adian Husaini, siapa yang tak kenal beliau? Yang kini tengah dipercayai memimpin DDII. Beliau populer dengan kepakaranya dan focus kajiannya terhadap isu-isu dan wacana pemikiran Islam dan liberalism, hingga banyak karya-karya yang lahir dari karyanya mengenai focus kajiaanya.
Jejak pendidikan beliau berawal di sebuah surau dan Madrasah Diniyyah. Ragam kitab kuning di tamatkanya hingga memasuki jenjang SMP di Negeri Padangan Bojonegoro. Tahun 1981-1984, selain bersekolah di SMPP Negeri Bojonegoro, beliau juga nyantri di Pondok Pesantren al-Rosyid Kendal Bojonegoro. Tahun 1984 beliau melanjutkan ke fakultas kedokteran hewan institute pertanian Bogor. Aktivitas di sejumlah organisasi islam mendorongnya untuk mendalami sejumlah masalah timur tengah dan pada Tahun 2001 ia menyelesaikan studi S-2 nya di bidang Hubungan Internasional Universitas Jayabaya Jakarta dengan judul tesis : Pragmatisme Politik Luar Negeri Israel.
Focus kajian terhadap pemikiran islam mendorong beliau untk melanjutkan kuliahnya di ISTAC-IIUM, lulus tahun 2019 dengan judul disertasinya : Exclusivism and Evangelism in the Second Vatican Council : A Critical reading of the Second Vatican Council’s Document in the Light of the Ad Gentes and the Nostra Aetate.
Ragam karya telah lahir dari tangan beliau tentang peradaban dan pemikiran islam. Diantaranya : Islam Liberal: Sejarah, konsepsi, penyimpangan dan jawabana (Jakarta: GIP, 2002), Tinjauan Historis Konflik Yahudi-Kristen-Islam (Jakarta: GIP, 2004), Wajah Peradaban Barat: Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekuler Liberal (2005), Hegemoni Kristen-Barat dalam Studi Islam di Perguruan Tinggi (2006), Pancasila bukan untuk Menindas Hak Konstitusional Umat Isla (Jakarta: GIP, 2009), Virus Liberalisme di Perguruan Tinggi Islam (Jakarta: GIP, 2009), Dan, Muslimlah daripada Liberal (Jakarta: GIP, 2010).
Novel Kemi yang termasuk daftar karya tulis Dr. Adian Husaini ini merupakan karya fiksi yang lagi-lagi menyinggung soal pemikiran. Dalam novel tersebut beliau mengangkat latar tempat Pesantren telah menempatkan kembali pada harkat martabatnya sebagai model pendidikan Islam yang sangat ideal dan tokoh-tokoh pesantren yang gigih membendung gelombang Liberalisme yang setelah sebelumnya dicoreng wajahnya dalam film Perempuan Berkalung Sorban, demikian tutur penyair kenamaan Indonesia, Pak Taufik Ismail. Memang menurut segelintir orang disamping mengkritik, membantah juga membendung arus deras liberalism, novel Kemi ini juga secara implisit mengkritik film Perempuan Berkalung Sorban tersebut.
Dari literatur yang kita temui tentang isu liberalisme, pluralisme, sekulerisme sering kita jumpai buku-bukunya dengan model non fiksi yang didukung oleh argumentasi dan referensi yang valid. Disamping itu banyak juga kita jumpai ragam novel-novel yang cenderung bersifat roman, mengangkat soal-soal percintaan remaja. Namun kedua ini berbeda dalam novel Kemi anggitan Dr. Adian ini. Beliau terbilang sangat kreatif dalam mengemas pemahaman pemikiran-pemikiran tentang liberal dengan fiksi, sehingga mudah untuk dicerna dan dipahami disamping didukung oleh narasi-narasi yang ringan. Di lain hal juga melalui novel ini telah dapat mengantarkan kita pada sebuah realita yang nyata juga kesadaran bahwa pemikiran-pemikiran liberal faktanya memang ada disekeliling kita dengan tanpa disadari atau tidak telah menjadi bagian dari hidup kita, karena selama ini kita sebagai Muslim terkadang tidak menyadari bahkan bersikap apatis terhadap pemikiran-pemikiran sepilis dilingkungan kita, yang secara tidak langsung gerakan pemahaman seperti ini telah merongorng masuk ke tubuh Islam merusak nila-nilai agama Islam.
Dan novel ini pula telah berhasil keluar dari kecenderungan bersifat roman, jadi imajinasi kita tidak dibuatnya seperti membaca roman, seperti membaca roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Buya Hamka. Upaya yang dilakukan Dr. Adian merupakan edukasi yang sangat baik untuk mendekatkan kepada umat Islam umumnya supaya paham dan sadar terhadap adanya pemikiran liberal. Model pendekatan novel seperti ini pun pernah dilakukan oleh Dr. Roni Nugraha, namun focus kajian nya saja yang berbeda, beliau membungkus tafsir Al Quran dengan novel, salah satu karya nya yang populer adalah; Bertasbih Bersama Alam. Penuturan beliau atas alasan dibalik penyusunan buku tersebut; lamun henteu kitu saha nu deuk macana.
Disamping itu juga beliau telah berhasil mengungkap sisi psikis tokoh-tokoh juga aktivis liberal yang penuh keraguan dan kebimbangan, yang dimana pengungkapan dari sudut ini jarang diungkap dan dibahas dalam literature tentang pemikiran liberal, atau bahkan belum pernah diungkap, baik fiksi atau non fiksi. Tapi beliau berhasil dalam mengungkapkanya. Ini menjadi satu diantara keunggulan buku ini. Menjadikan layak untuk dibaca oleh pemuda-pemudi dan terlebih generasi muda muslim.
Pepatah tiada gading yang tidak retak berlaku dalam buku ini. Meskipun dibungkus dengan nuansa novel namun sepanjang pengalaman kami narasi atau text kurang menonjol sisi-sisi sastranya. Karena walaupun mudah dicerna tapi bahasa yang dipilih tidak terlalu seperti sastra biasanya. Namun penilaian dari sisi ini memang sangat wajar karena karya beliau lebih dominan non fiksi ketimbang fiksi. Dan menurut salah satu penilaian bahwa penokohanya dan terkadang memaksakan untuk memasukan rangkaian bantahan, sehingga diperlukan kejelian pembaca supaya tidak dibuat bingung. Tapi kenyataanya kelebihan lebih mendominasi ketimbang kekurangan.
Wallahu 'alam bi shawwab.
(Bedah dan diskusi buku bersama PJ Pemuda Persis Dayeuhkolot, pada hari Kamis, 3 Juni 2021)
Komentar
Posting Komentar