Akhlaq

Libaasut Taqwa

Oleh Sutan Irawansyah

Sudah menjadi fitrah sedari zaman Adam dan Hawa bahwa manusia membutuhkan kepada suatu alat yang fungsinya sangat perlu guna menunjang hidup dan menyempurnakanya, sebab itu Allah memberikan kepada Adam dan Hawa dalam kehidupan di bumi ini makanan, kendaraan, tempat, dan terlebih lagi pakaian.

Tatkala Allah menurunkan Adam dan Hawa dari surga ke permukaan bumi, keadaan keduanya bertelanjang sehingga merangsang rasa malu, karena keduanya telah mengetahui kemaluan sendiri, sebab itu mereka berupaya menutupnya dengan dedaunan, kayu surga. Setelah mereka berkembang biak, sampai beranak, maka Allah menurunkan pakaian bagi mereka, artinya wahyu atau ilham, sehingga diatur pakaianya itu untuk menutup bagian yang dirasa malu atau aurat, kemudian Allah menurunkan pakaian untuk sekedar menghias diri, setelah itu, Allah menurunkan kembali pakaian, yakni pakaian takwa, pakaian ini yang terpenting, adanya ini menandaskan bahwa pakaian bukan sekedar berfungsi semacam dua diatas, namun ada yang lebih manfaat, yaitu pakaian takwa, pakaian jiwa. Sebagaimana tertera pada surat Al A’raf.

Di dalam Al Quran setidaknya terdapat lima kali Allah menyeru kepada kita selaku manusia dengan seruan “Yaa banii Adam!”, panggilan ini memperingatkan bahwa kita adalah Bani Adam (keturunan adam atau anak-anak Adam) bukan Bani Hayawan (keturunan hewan), diantaranya, panggilan itu tercantum pada surat Al A’raf, Allah Swt berfirman : 

يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ

“Hai anak Adam! Sesungguhnya  Kami telah turunkan atas kamu pakaian untuk menutup kemaluan-kemaluan kamu dan pakaian perhiasan dan pakaian takwa : ini lebih baik”. 

Dijadikannya pakaian takwa sebagai jalan tamsil dan tasybih, maksudnya perbandingan mana yang manfaat dan mana yang madharat, mana dhahir dan mana batin, terlepas dari itu, ayat tersebut mengisyatarkan bahwasanya ciri utama pemisah antara manusia dan hewan ialah pakaian, sebab itu manusia memiliki rasa malu sedangkan binatang tidak!, karena bagamaina jadinya malu aurat pun tidak ada, jadi sekalipun di zaman primitif, manusia tetap memiliki rasa malu, sehingga ditutupnya dengan dedaunan, kulit kayu, melemuri badanya dengan tanah, dll, dan ketiga pakaian itu adalah fitrah insaniyyah, 

Sebagaimana tadi, pakaian yang Allah turunkan bagi bani Adam terdapat tiga macam : 

1. Yuwaari sauatikum

2. Riiysan

3. Libaasut taqwa

Maksud pertama, bahwa pakaian dipakai manusia sekedar alat penutup bagi bagian bagian tubuh yang dirasakan malu bilamana dilihat orang, yang kedua, pakaian yang tidak  hanya sekedar menutup aurat, namun berfungsi menghias tubuh dengan yang layak bagi manusia, sehingga terlihat lebih indah, adapun yang ketiga, adalah essensi dari pakaian, dan inilah yang terpenting, karena ini pakaian yang merupakan ketakwaan, yang membangun budi pekerti, dan yang menyelamatkan diri, dan sebagai wiqayah dari berbuat kejahatan dan kemungkaran, senantiasa mendorong berbuat kebajikan, pakaian ini pula yang memberi jaminan untuk keselamatan duniawi dan ukhrawi. Demikian libaasut taqwa, pakaian yang hanya difungsikan untuk bakti dan taat kepada Allah semata. 

Diantara beberapa fungsi itu, sebaik-baik  pakaian adalah pakaian takwa, pakaian yang hanya dipakai untuk beribadah kepada Allah Swt dalam  rangka takwa (menjaga) dari mala petaka dunia dan takwa dari malapetaka akhirat. 

Terkait ayat di atas Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di memberi tafsiran : 

{وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ} من اللباس الحسي، فإن لباس التقوى يستمر مع العبد، ولا يبلى ولا يبيد، وهو جمال القلب والروح

“(Dan pakaian takwa itu lebih baik) daripada pakaian hissi (pakaian yang bisa diraba : pakaian biasa), maka sungguh libasut takwa itu akan terus menerus bersama pemiliknya, tidak akan pernah usang dan rusak, dan (libasut takwa) itu ialah hiasan hati dan ruh” 

Maksudnya bahwa libaasut takwa terletak padanya sisi kekekalan, tidak akan pernah rusak atau usang, karena berbeda dengan pakaian dhahir yang akan rusak dan usang, demikian libaasut takwa (batin) yang akan memberi sibgahtullah di setiap corak dan keindahan, karena batin itu dipelihara oleh Quran dan Sunnah, sehingga ialah yang menentukan mode dan keindahan, maka disinilah keabadian itu terletak, di setiap masa akan terus terpancar keindahan dalam pakaian dan kepribadian yang shalih. 

Sebab itu, seluruh pakaian itu di pakai sebagai bentuk berbakti kepada Allah Swt dan perisai penjaga diri dari berlaku buruk dan jahat,  memilahnya tidak yang usang dan rusak sehingga tampak indah di lihat, dipakainya pun menyembunyikan anggota tubuh yang dirasakan malu dan sensitif merangsang syahwat, inilah pakaian jiwa, yang dipakai tidak sekedar ibadah dalam arti amaly namun ittiqadi, itu terlihat mewujud dalam tingkah lakunya, sebab itu, tercermin pada si pemakai, budi yang baik dan makarimul akhlaq, karenanya pakaian lahir mencerminkan pakaian batin, walaupun kita tidak bisa melihat isi batin manusia, namun terbayang baik dan buruknya dari pakaian dan cara menggenakan. Pada garisnya menjadikan pakaian itu tidak sekedar menutup aurat atau menghias, tapi sebagai beribadah amaliy dan ittiqadiy, dan tampak indah di lihat dalam batin dan wujud.

Bertalian dengan ayat di atas, seorang sahabat kenamaan yang masyhur di kmbidang tafsir, Ibnu Abbas, menafsirkan : 

وَقَالَ العَوْفي، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ [رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: {وَلِبَاسُ التَّقْوَى} ] الْعَمَلُ الصَّالِحُ

“Dan Auf telah berkata, dari Ibnu Abbas : (yang dimaksud libaasut takwa) yaitu : Amal shalih” 

Adapun menurut Abdurrahman bin Zaid bin Aslam : 

{لِبَاسُ التَّقْوَى} يَتَّقِي اللَّهَ، فَيُوَارِي عَوْرَتَهُ، فَذَاكَ لِبَاسُ التَّقْوَى وَكُلُّهَا مُتَقَارِبَةٌ 

“(Libaasut takwa) bertakwa kepada Allah, maka menyembunyikan aurat nya, yang demikian itu libaasut takwa (pakaian ketakwaan), dan seluruh nya itu adalah (untuk) mendekatkan diri” 

Libaasut takwa adalah penyempurna pakaian yang sebelum-sebelumnya, banyak yang menutup aurat namun belum takwa, banyak yang bermolek, bercantik menawan tapi sama pula belum takwa, namun pakaian ketakwaan sudah pasti menutup aurat dan kelihatan indah disertai gerak langkahnya yang sesuai hajat hati, yakni hati yang takwa, senantiasa menggelorakan amal shaleh, sehingga tampak sempurna dimata Allah dan manusia.

Yang macam ketiga itu jelas, adanya benang keterikatan antara pakaian dan isi jiwa manusia, sebab antara pakaian dan isi jiwa akan ada hubungan timbal balik. Seperti pakaian pejabat, polisi ataupun tentara, ketika seseorang memakai satu diantaranya, ia akan menyesuaikan sikapnya dengan pakaian yang dikenakannya, ketika seseorang memakai pakaian pejabat ia akan berlaku seperti pejabat dengan pangkuan amanahnya, serupa dengan pakaian polisi atau tentara, dengan cepat seseorang akan sigap dan tegas sebagaimana lazimnya aparat negara. Namun sebaliknya, seseorang yang memiliki kepribadian yang tinggi dan wibawa takwa yang luhur serta jiwa yang kuat akan hina dan malu bila memakai pakaian yang bertolak belakang dengan kehendak jiwanya, karena jiwa yang hebat akan mencari pakaian yang sesuai dengan hasratnya, sebaliknya pula, ia akan menjiwai pada pakaian yang dikenakanya. Maka hati dan jiwa yang takwa akan mengisi ketakwaanya itu dengan libaasut takwa karena itulah pakaian hasratnya, pakaian perisai bagi bersikap jahat dan fasad. Maka dalam hal ini ada ikatan erat dengan hati, sebagaimana sabda Nabi : 

أَلاَ وَإِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً: إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ، أَلاَ وَهِيَ القَلْبُ

“Bahwasanya di tubuh itu ada sekepal daging yang apabila iabersih, bersihlah tubuh semuanya, dan apabila rusak maka rusaklah tubuh semuannya, ketauhilah, ia adalah hati!” (HR. Bukhari)  

Demikian libaasut takwa, pakaian yang mencerminkan isi hati dan memfungsikan sesuai hasrat hati. Bila isi hati dalam simpulan Al Quran dan Sunnah maka dimulai pakaian hingga gerak langkahnya akan senada dengan moral-moral yang tertanam dalam Al Quran dan Sunnah, sebaliknya , jika bertolak belakang dengan kehendak dan cita-cita  Quran dan Sunnah, maka ia akan menjadi manusia yang kotor lagi jalang yang tidak terpelihara. 

Hati yang ada pada balutan keimanan dan cahaya Quran akan memberi cita rasa seni pada pakaian yang dikenakanya, akan tetap dan menetapkan keindahan dan mode yang konkret dengan masanya, walaupun masa itu terus bergilir, karena Quran telah memiliki aqidah dan qaidah yang kekal untuk pembinan ruhul iman, supaya senantiasa terus memancarkan sibgahtullah, baik  pada pakaianya atau gerak langkahnya dalam keseharian. Tentunya keindahan dimata Allah berlainan dengan keindahan dimata manusia, maka bilamana berhajat pada keindahan-Nya, maka tunduk dan taatlah.

Terkait hati, pada hadits itu, Imam Ghazali memberi keterangan : “Yang dimaksud dengan hati disini bukan hati yang merupakan organ tubuh manusia, sebab hati ini juga ada pada tubuh hewan ternak dan terlihat oleh mata, akan tetapi yang dimaksud dengan hati adalah (benda) yang halus yang bertalian dengan nurani, yang mana pada hati nurani inilah hati jasmani bergantung, dan disini letak hakikat seorang manusia.”  Kemudian  Imam Ghazali melanjutkan : “Dan hati ini yang mengetahui sesuatu dan dapat berfikir pada diri seorang manusia, hati ini yang mendapat perintah, menghukum, dan yang mendapat tuntunan hukum, sebab itu hati ini berkaitan dengan hati jasmani, semua panca indera dan organ tubuh berada dibawah perintah hati ini”. 

Benarlah apa kata pepatah arab : “Apabila seseorang tidak memakai pakaian takwa samalah ia dengan bertelanjang, walaupun ia berbaju”. Banyak manusia di zaman yang dikatakan modern ini dengan berbusana, berhias, mencantik diri namun telanjang, terutama perempuan, dengan memakai pakaian-pakaian yang tak senonoh, seperti mini skirt, hot pants dll, ini terjadi sebagai akibat mereka telah melepas pakaian takwanya, sehingga mudah terpedaya iblis dengan berbagai hasutan untuk membangkang pada Allah Swt dengan rayuan kemolekan, modern, kemajuan dll, dan perlu diketahui, sebab Adam dan Hawa turun dari tempat tinggi (jannah) menuju serendah-rendahnya karena telah di telanjangi pakaian takwanya. Dan lebih fatalnya lagi mereka menutup auratnya dan menghias tubuhnya namun nampak ketat dan sempit, apa bedanya dengan tidak berbusana sama sekali? Anehnya pula mereka tidak malu sedikit pun, semacam tidak memiliki aurat  saja!, lantas apa bedanya pula betina dan wanita? Seperti isyarat Nabi : “Berpakaian tetapi bertelanjang”.  Sebab inilah akibat berbusana tidak seimbang dan timpang, justru antara batin dan lahir harus berjalan beriringan serentak, menutup aurat, menghias diri, lantas kemudian memberikanya warna yang indah dan dipandang baik dimata Allah dan manusia, yakni  takwa illaallah, semuanya (lahir dan batin) mesti diusahakan, dan alangkah baiknya bina batin itu dengan pakaian lahir yang bersih dan suci, agar batin itu mengejar kebersihan dan kesuciannya, ini awal langkah baik dalam pembangunan takwa, sebab buruk apabila batin dikredilkan dan dihinakan lahir, lebih baik lahir dimuliakan dan batin mengkayakanya.  Inilah pakaian keselamatan dan kemenangan dunia dan akhirat. 

Wallahu a’lam bi shawwab.





Komentar