Pendidikan



Konsep pendidikan Mohammad Natsir

Oleh : Sutan Irawansyah

Sekilas perjalanan
Meester in de rechten (Sekarang di sebut sarjana hukum) pada masanya adalah gelar yang  luar biasa, gelar ini yang kemudian menjadi cita-cita Natsir kala itu.

Tepatnya di Alahan Panjang, lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatera Barat, pada tanggal 17 juli 1908 lahir ke persada bumi yang kelak menjadi tokoh besar , yakni Mohammad Natsir, buah cinta dari pasangan Idris Sutan Saripado dan khadijah.
Sepak terjang pendikan Natsir bermula di HIS Adabiyah, sebelumnya sempat mendaftar di HIS namun ditolak karena hanya menerima anak pegawai berpenghasilan tinggi, kriteria tersebut tidak terdapat di keluarga Natsir, akhirnya masuk HIS Adabiyyah padang sebuah sekolah yang menampung anak negeri berpenghasilan rendah, semasa duduk bersekolah di HIS Adabiyah Natsir hidup bersama Makcik Ibrahim dalam suasana ala kadarnya, Makcik Ibrahim kala itu berpenghasilan sebagai buruh kasar di pabrik kopi untuk biaya makan sehari-hari bersama Natsir, sehari-hari makan dengan teri, yang biasa di beli sepekan sekali, atau telur yang biasa dinikmati dua kali dalam sepekan, dinikmatinya rendang hanya satu tahun sekali pada hari raya. Namun dari situ Natsir banyak belajar tentang kesederhanaan.

 Selepas berdiam di Makcik Natsir beralih ke HIS Solok oleh ayahnya, lalu dititipkan kepada Haji Musa, sejak di HIS Solok waktu Natsir dihabiskan dengan menimba ilmu, seolah sudah menjadi makanan sehari-hari, pagi sekolah di HIS, kemudian sorenya mempelajari bahasa arab di madrasah diniyyah dan malamnya mengaji. Mencari guru, tempat saya untuk berdialog. Kebetulan waktu itu ada guru mengaji tamatan sekolah di sumatera Thawalib. Ujar Natsir.

 Tak lama di HIS Solok Natsir pindah ke padang dan menginap bersama kakanya, kemudian di terima dan melanjutkan studinya di HIS Padang, yang dulu sempat menolak Natsir. Karena daya intelektual yang sangat cemerlang Natsir meraih nilai sangat baik, kemudian Natsir mendapat beasiswa, dan mencoba peruntunganya itu dengan mendaftar ke MULO padang (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs), itu pun mesti melalui masa uji coba selama tiga bulan, tiga bulan pertama di hadapinya dengan sunguh-sunguh, dengan harapan dilewatinya dengan baik dan melanjutkan pembelajaranya itu, juga dihadapi dengan rasa was-was dan cemas jangan-jangan dia gagal, Alhamdulillah atas karunia Allah hasil jerih payahnya menghasilkan nilai baik untuk seluruh mata pelajaran, seorang gurunya mengatakan: nilai yang diraih Natsir pada kuartal itu adalah yang terbaik di kelasnya, dan mendapat beasiswa 20.00 gulden, sebesar itu Natsir dapat membantu perekonomian kakanya Rabiah, dan membeli buku , juga keperluan lain. Malah dapat beasiswa dua puluh rupiah sebulan. Bisa membeli buku dan keperluan lain. Kecap Natsir.

Meester in de rechten, cita-cita ini mendorong Natsir untuk melanjutkan studinya ke AMS menjadi seorang sarjana, pada masanya gelar itu di pandang luhur oleh masyarakat.
Ketika liburan terakhir Natsir pulang ke kampungnya menemui kedua orang tuanya, Natsir mencoba membujuk hati orang tuanya, tidak terdengar sepatah kata pun keluhan tentang biaya hidup dan mahalnya menyekolahkan Natsir, tapi yang terdengar hanyalah obrolan kemana semestinya anak lelaki ini bersekolah. Alangkah bahagianya Natsir mendengar obrolan kedua orangtuanya dan sangat bersyukur dikaruniai kedua orang tua dalam suasana apa adanya, memikirkan masa depan anaknya.

Tersiar kabar bahwa yang mendapat beasiswa di MULO akan mendapat juga di AMS Bandung, semua persyaratan termasuk lampiran nilai Natsir di ajukan, akhirnya diterima di AMS dan meraup beasiswa 30 gulden. Saya lolos dan masuk AMS di bandung, juga dengan mendapatkan beasiswa sebesar tiga puluh rupiah sebulan. Di bandung itulah pikiran saya berubah. Ternyata yang bagustak Cuma Meester. Ujar Natsir.

AMS di bandung Natsir banyak bergaul dengan para intelektual dan tokoh-tokoh pergerakan dalam skala yang luas, pada akhirnya mempengaruhi karakternya dan semakin menajamkan kesadaran akan kondisi riil yang dihadapi umat dan bangsanya. Semasa duduk di AMS dan belajar kepada A Hassan lah awal mula memberi perhatian penuh kepada pendidikan.

Mengabdi kepada islam

Setamat di AMS Natsir berubah jalan, dulu mengharapkan gelar tinggi, kini beralih mengabdi di dunia islam yang berorientasi dan berkhidmat pada alam pendidikan. Sebagai anak yang berbakti Natsir tak kunjung lupa untuk mendatangi orang tuanya, dengan mengatakan terus terang bahwa Natsir tidak tertarik lagi menjadi meester, tetapi menginginkan terjun pada dunia pendidikan. Alhasil mendapat respon baik dari orangtuanya  dengan merestui dan mendoakan semoga cita-citanya tercapai. Padahal masa itu Natsir dapat beasiswa untuk kuliah di fakultas hukum, namun oleh Natsir tidak dilanjutkan dan membuat sekelilingnya terkejut, termasuk A Hassan yang dekat dengan saya kaget. Ujar Natsir.

Karena Mohammad Natsir paham betul bahwa maju dan mundurnya suatu bangsa tergantung pendidikanya baik atau buruk, pun demikian Natsir beranggapan bahwa tidak ada suatu kaum yang mundur menjadi maju, melainkan sesudah memperbaiki pendidikan anak-anak dan pemuda mereka, dengan di berikanya didikan yang selaras dengan aliran zamanya.
Bagi Natsir  mengurus pendidikan anak itu bukan fardhu ain bagi tiap orang tua tetapi fardhu kifayah bagi tiap anggota dalam masyarakat.
Ditambah Natsir merasa resah dengan pendidikan ala barat  yang ditawarkan belanda pada masa itu, yang hanya dapat mengisi otak tetapi jiwanya di anak tirikan kosong tanpa isi. Tegasnya  bagi Natsir bahwa pendidikan pada masanya hanya sebatas memberikan asupan bagi otak saja, oleh karena itu sukar yang menghasilkan peserta didik yang seimbang. Maka dengan itu Natsir berupaya merancang sistem pendidikan yang lebih komprehensif dengan mengakomodir antara pendidikan model pesantren dan pendidikan ala barat. Model "integrasi" seperti ini pernah diusung oleh sosok modernis yakni Muhammad Abduh, karena menurutnya Masalah pemikiran ini tidak akan selesai bila tidak diwujudkan dalam pendidikan. Maka Abduh mereformasi kurikulum Al Azhar dengan memasuki hasil belajarnya di perancis. Disini bisa ditilai dan di ukur bahwa Natsir adalah sosok pembaharu dalam dunia pendidikan di indonesia. Telah membawa pembaharuan yang cukup signifikan bagi pendidikan.

Konsep dan cita-cita pendidikan islam

bahwa kemunduran dan kemadjuan itu tidak bergantung kepada ketimuran dan kebaratan, tidak bergantung kepada putih, kuning atau hitam warna kulit, tetapi bergantung kepada ada atau tidaknja sifat2 dan bibit2 kesanggupan dalam salah satu umat, jang mendjadikan mereka lajak atau tidaknja menduduki tempat jang mulia diatas dunia ini. Dan ada atau tidaknja sifat2 dan kesanggupan (kapasitet) ini
bergantung kepada didikan ruhani dan djasmani, jang mereka te￾rima untuk mentjapai jang demikian. Natsir, 17 juni 1934

Konsep pendidikan yang di canangkan Natsir ialah konsep atau sistem pendidikan yang mampu melahirkan produk yang berakhlaqul karimah dan beriman, tetapi tidak gagap akan perkembangan global, karena bagi Natsir sendiri pendidikan kebaratan atau pendidikan ketimuran namanya tidak menjadi soal, karena keduanya pun milik Allah, keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan, karena dari itu natsir tidak setuju antagonisme antara barat dan timur, karena islam tidak mengenal pertentangan barat dan timur tapi hanya mengenal hak dan bathil, oleh sebab itu Natsir mengkompromikan keduanya dengan menimbang hak dan bathil. Natsir mengatakan:
Seorang pendidik Islam tidak usah memperdalam dan memperbesarkan antagonisme (pertentangan) antara Barat dengan Timur itu. Islam hanja mengenal antagonisme antara hak dan batil. Semua jang hak ia akan terima, biarpun datangnja dari Barat, semua jang batil akan ia singkirkan walaupun datangnja dari Timur. Sebab, buat seorang Hamba Allah, djasmani dan ruhani dunia dan achirat, bukanlah dua barang jang bertentangan jang harus dipisahkan, melainkan dua serangkai jang harus lengkap-melengkapi dan dilebur mendjadi satu susunan jang harmonis dan seimbang. Inilah jang dimaksud oleh firman Allah : Dan demikianlah Kami jadikan kamu suatu umat jang seimbang, adil dan harmonis, supaja kamu djadi pengawas bagi manusia dan Rasul djadi pengawas atas kamu (Q.s. Al-Baqarah : 143).
Natsir menginginkan setiap insan tidak hanya beriman saja dan beribadah dengan sempit tapi wawasanya tidak luas, atau terlalu luas wawasanya tetapi terlalu buruk pribadi dan ahklaqnya. Singkatnya terjadi berat sebelah.
Dalam pidatonya saat rapat persatuan islam di bogor tahun 1943 Natsir mengutarakan:
 "sering kali pula kenyataan ada yang menganggap bahwa didikan islam itu ialah didikan timur, dan didikan barat ialah lawan dari didikan islam. Boleh jadi, ini reaksi terhadap didikan kebaratan yang ada di negeri kita, yang memang sebagian dari akibat-akibatnya tidak mungkin kita menyetujuinya sebagai unat islam. Akan tetapi coba kita berhenti sebentar dan bertanya: "Apakah sudah boleh kita katakan bahwa islam itu anti-barat dan pro-timur, khususnya dalam pendidikan?
"Pertanyaan itu hanya bisa kita jawab apabila sudah terjawab lebih dulu: "apa kiranya yang menjadi tujuan dari didikan islam itu?, jang dinamakan didikan, ialah satu pimpinan jasmani dan rohani yang menuju kepada kesempurnaan dan lengkapnya sifat-sifat kemanusiaan dalam arti yang sesungguhnya" (Natsir, 1954: 81-82).
Natsir berpendapat: tujuan didikan islam itu tidak lepas dan saling erat dengan tujuan hidup, menurut Natsir bahwa tujuan hidup ialah menyembah Allah swt, tercantum dalam firmanya: wamaa kholaqtul jinna wal insan illa liya'budun artinya: tidak aku jadikan jin dan manusia melainkan supaya menyembah-Ku (Ad dzariyat 56-56), selanjutnya Natsir kembali mengatakan: "bukanlah Allah Swt menerima sesuatu apa  dari penyembahan seseorang kepada-Nya: dan Dia tidak menghendaki pemberian sesuatu apapun juga. Dialah maha pemberi; dan segala mahluq menghajatkan pemberian segala sesuatu daripada-Nya". Pimpinan semacam ini setidaknya perlu kepada dua perkara: 1. Satu tujuan yang tertentu tempat mengarahkan pendidikan. 2. Satu asas tempat mendasarkannya yakni keyakinan.
Dilansir dalam majalah pembela islam tahun 1938, Natsir menjelaskan:
"Sekiranya orang bertanya kepada pemimpin-pemimpin sekolah agama kita, dari sabang sampai ke endeh, dari balikpapan sampai ke cilacap, dari kota-kota yang besar sampai ke dusun-dusun: "apakah dasar dan cita-cita dari pendidikan yang tuan berikan?", maka sudah tentu akan mendapat jawaban, pendek atau panjang, dapat disimpulkan dengan: "Dasar didikan kami ialah tauhid, yang tersimpul dalam dua kalimat syahadat, tauhid, yang menjadi pokok dasar kemerdekaan dan kekuatan ruhani, dasar dari kemajuan dan kecerdasan manusia. Tujuan pendidikan kami ialah mendidik anak-anak kami, agar sanggup memenuhi syarat-syarat penghidupan manusia sebagai yang tersimpul dalam kalam Allah: "supaya anak-anak kami itu dapat memenuhi kewajiban-kewajiban yang perlu mencapai tingkat hamba Allah", yakni setinggi-tinggi derajat yang menjadi tujuan bagi tiap-tiap manusia menurut keyakinan muslim, sebagaimana terlukis dalam firman Allah: wamaa kholaqtul jinna wal insan illa liya'budun"
Segala tindak tanduk kehidupan berupa muamalah dilakukan semata karena Allah untuk mencapai ridhonya, itulah tujuan hidup dan itulah tujuan pendidikan yang mesti diajarkan kepada anak semasa dini. Inilah yang kemudian Natsir sebut "inilahislamietische paedagogisch ideal yang gemerlapan yang harus memberi suara kepada tiap-tiap pendidik muslim dalam mengemudikan perahu pendidikanya"
Jadi pada intinya bahwa Natsir memegang teguh ketauhidan dalam pendidikan guna mencapai tujuan pendidikan. Memberi doktrin ketauhidan sedari dini adalah satu kemestian karena anak mudah di bentuk sebelum masuk pada ranah ideologi lebih luas. Dengan tauhid itu membentuk karakter peserta didik yang kukuh dan kuat serta berintelektual yang cakap, dan melahirkan sosok khalifah fil ardi yang mempunyai visi misi kedepan.
Dengan jalan pendidikan berlandaskan tauhid menyadarkan setiap insan akan fungsi didunia, ialah ibadah, seluruh hidupnya berorientasikan pada Allah semata guna meraih ridhonya dan tidak tertipu oleh laibun dunya sementara, niscaya seluruhnya di orientasikan pada keabadian yang nyata.
Bila kehilangan bergantung konsukwensinya apa yang pernah dialami oleh Prof Paul Ehrenfest, seorang guru besar ilmu fisika yang mengabdikan hidupnya pada dunia westhenchap. Beliau menaruh besar perhatian kepada anaknya agar menjadi pelanjutnya estafeta pejuanganya di dunia westenchap, dididik nya dengan sesempurna mungkin segala daya dan upaya telah di kerahkan, namun semua itu gagal, realitanya anak itu mengidap down syndrom, karena berharap penuh di cobanya kedokter sana kemari dengan meraup uang yang tidak sedikit, tetapi tetap gagal. Yang akhirnya beliau putus asa ruksak sudah segalanya, hidupnya serasa luntang lantung tiada karuan. Sejatinya dia merindukan seperti famili lain dengan hidup aman dan tentram, menginginkan seperti famili lain yang memiliki tempat bergantung keyakinan, yaitu kepercayaan agama. Ketidaktentraman hatinya mendorongnya bunuh diri dan kemudian membunuh anaknya dilakukanya mungkin sangat rindu sekali tuhan dengan jalan itu dia yakin akan menemukanya.
Paul Ehrenfest mengatakan dalam sepucuk suratnya kepada Prof. Kohnstamm, Mir fehlt das Gott Vertrauen. Religion ist notig. Aber wem sie nicht moglich ist, der kann eben zugrunde gehen yang artinya yang tak ada pada saya ialah kepercayaan kepada Tuhan. Agama adalah perlu. Tetapi, barang siapa yang tidak mampu memiliki agama, ia mungkin binasa lantaran itu, yakni bila ia tidak bisa beragama
Dia pun berdoa diakhir hidupnya Mudah-mudahan Tuhan akan menolong kamu, yang amat aku lukai sekarang ini". Itulah jiwa seorang atheis yang memberontak mendobrak dinding rindunya pada tuhan.
Menurut Natsir itulah pendidikan yang ketinggalan dasar, mengenal Tuhan, mentauhidkan Tuhan, mempercayai dan menyerahkan kepada Tuhan. Meninggal kan dasar ini berarti melakukan satu kelalaian yang amat besar.

Refleksi
Tauhid adalah dasar dari syahadat, sedangkan syahadat adalah suluh pondasi dalam agama islam. Tauhid tersebut menjadi modal kita dalam beribadah kepada Allah swt. Tidak akan menjadi ibadah apabila hilang rasa tauhid atau mengakui keesaan-Nya, sedang ibadah dengan berbagai falsafahnya adalah tujuan daripada diciptakanya manusia, agar menjadi insan yang taqwa, Allah berfirman: “Diantara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya hanya orang yang berilmu (Fatir: 28). Ilmu pengetahuan menjadi jalan kita menuju pribadi taqwa.
Maka konsep dan cita-cita yang dicanangkan Natsir adalah sangat baik adanya bagi nutrisi ruh dan jiwa anak bangsa yang berlandaskan tauhid itu, di tujukanya hanya sebagai pengabdian kepada Allah Swt. Itulah hakikat daripada pendidikan. Tiada mustahil kelak melahrkan sosok pelajar yang memiliki wibawa tinggi dan pribadi luhur ialah taqwa illallah.
Mencapai derajat taqwa tidak lah mudah, tidak sebatas pada teori tapi mesti terwujud dalam wujud amal di berbagai aktivitas guna meraih kesejahteraan dunia dan akhirat. Meraihnya perlu kepada ilmu, maka keduanya mesti di integrasikan pada peserta didik, tidak dengan menafikan antar keduanya (ilmu umum dan agama).
Kita perlu kepada ilmu agama tapi jangan gagap terhadap ilmu pengetahuan yang tengah berkembang. Kita mesti involed dalam pertentangan global tapi tidak lepas dengan landasan kita yakni tauhid, jangan terjadi ketidakseimbangan antar keduanya apatalagi saling bertubrukan. Bahaya bilamana berat sebalah terjadi.
Wallahu alam bi shawwab.

 Sumber rujukan
[1] Mohammad Natsir, Fiqhud Da'wah, Jakarta: DDII, 1987.

[2] Dr. Tiar Anwar Bactiar, Jas Mewah (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah dan Dakwah), Yogyakarta: Pro-u media,Yogyakarta,2018.
[3] Artawijaya, belajar dari partai masyumi, Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2014.
[4]Lukman Hakiem, Biografi Mohammad Natsir (kepribadian, perjuangan dan pemikiran), Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2019.
[5] Mohammad Natsir, Capita Selecta, penerbitan sumur bandung, 1961.

[6] Mohammad Natsir, Islam dan akal merdeka (kritik atas pemikiran soekarno tentang "islam sontoloyo" dan seputar pembaharuan pemikiran islam), Bandung: Sega Arsy, 2015.

Komentar